Desain sistem pembelajaran konstruktivistik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di awal abad ke-21 ini, paradigma pembelajaran mulai mengalami pergeseran. Peristiwa belajar yang selama ini didasarkan pada konsep stimulus-respon mulai berganti menjadi pendekatan yang lebih manusiawi. Suatu pendekatan yang lebih menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk pembagun ilmu pengetahuan. Hal ini dikenal sebagai pendekatan behavioristik dalam pembelajaran.

Paradigma pembelajaran yang dianut saat ini, dengan kata lain, mulai mengalami pergeseran dari penggunaan pendekatan behavioristik menjadi pendekatan konstruktivistik dalam penyelenggaraan aktivitas pemebalajara. Pendekatan behavioristik merupakan pendekatan yang mapan karena telah lama digunakan. Saat ini, para pendidik mulai mencari pendekatan alternatif sebagai bentuk pendekatan lain dari pendekatan behavioristik.

Pendekatan teori belajar behavioristik menganggap bahwa prilaku yang dapat diukur dan diamati merupakan hasil belajar individu. Hal ini sangat berbeda dengan pandangan mengenai belajar berdasarkan pendekatan teori belajar konstruktivistik. Pendekatan ini menekankan pada perlunya proses mental seseorang dilibatkan secara aktif dalam menempuh proses belajar dan membangun pengetahuan.

Perubahan paradigma ini tidak dapat dihindari sekaligus juga mempengaruhi bidang desain sistem pembelajaran. Ada sejumlah alasan rasional yang mendasari implementasi pendekatan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran. Duffy dan Cunningham, dalam Jonassen (2003), mengemukakan beberapa alasan rasional yang melatarbelakangi penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) semua pengetahuan dan hasil belajar merupakan proses konstruksi individu, (2) pengetahuan merupakan konstruksi peristiwa yang dialami dari berbagai sudut pandang atau perspektif, (3) proses belajar harus berlangsung dalam konteks yang relevan, (4) belajar dapat terjadi melalui media pembelajaran, (5) belajar merupakan dialog sosial yang bersifat inheren, (6) siswa yang belajar memiliki ragam latar belakang yang multidimensional, dan (7) memahami pengetahuan yang dipelajari merupakan pencapaian utama manusia.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang tersebut, penulis tertarik dalam mengungkapkan seperti apa pendekatan konstruktivistik, komponen-komponen apa saja yang terdapat dalam model tersebut, dan bagaimana model desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik?.

C. Tujuan Penulis

Adapun tujuan penulis, yakni ingin memberikan gambaran tentang pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran, komponen-komponen yang ada di dalamnya, dan model desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan konstruktivistik

Anita Woolfolk (2005) mengemukakan definisi pendekatan konstruktivistik sebagai “…pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.” (p. 323). Definisi lain yang dikemukakan oleh Gagnon dan Collay (2001) bahwa ”…pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan secara personal maupun social dalam membangun ilmu pengetahuan.” (p 10).

Belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan pandangan ini, tugas seorang guru atau instruktur adalah menciptakan lingkungan belajar yang sering disebut sebagai “scenario of problem” yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi yang sesungguhnya.

Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery learning), dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode belajar ini berada dalam konteks teori belajar kognitif.

Peristiwa belajar akan berlangsung lebih efektif jika siswa berhubungan dengan objek yang sedang dipelajari dan ada di lingkungan sekitar. McCown, Driscoll, dan Roop dalam Cruicshank dkk. (2006) mengemukakan bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan mereka manakala berupaya untuk memahami lingkungan yang ada disekitar mereka. Siswa bersentuhan langsung dengan objek atau peristiwa yang sedang dipelajari akan memberikan kemungkinan untuk membangun pemahaman yang baik tentang objek atau peristiwa.

Belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh individu. Siswa membangun pengetahuan baru melalui peristiwa yang dialami setiap saat. Pemberian makna terhadap pengetahuan diperoleh melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami. Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal yang menjadi esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran, yakni: (1) belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses memperoleh pengetahuan, (2) pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar mengkomunikasikan pengetahuan.

Gagnon dan Collay dalam Cruickshank dkk (2006) berpendapat bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Contoh aktivitas pembelajaran yang menandai siswa melakukan konstruksi pengetahuan terdiri atas beberapa bentuk kegiatan, yaitu: (1) merumuskan pertanyaan secara kolaboratif, (2) menjelaskan fenomena yang dilihat, (3) berpikir kritis tentang isu-isu yang bersifat kompleks, dan (4) mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

B. Komponen-komponen pendekatan konstruktivistik

Konstruksi pengetahuan merupakan proses berpikir dan menafsirkan tentang suatu peristiwa yang dialami. Oleh karenanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan pengetahuan yang bersifat unik pula. Proses belajar dalam diri individu dapat dikatakan telah terjadi apabila pengetahuan yang dimiliki dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman baru secara utuh, lengkap, dan lebih baik daripada sebelumnya. Siswa perlu mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru merupakan hal yang prinsip untuk membangun ilmu pengetahuan.

Tujuan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah agar siswa memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari. Implementasi pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal komponen penting sebagai berikut: (1) belajar aktif (active learning), (2) siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional, (3) aktivitas belajar harus menarik dan menantang, (4) siswa harus mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebauh proses yang disebut “bridging”, (5) siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari, (6) guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan, (7) guru harus dapat memberikan bantuan scaffolding yang diperlukan oleh siswa dalam menempuh proses belajar.

Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran guru yang berbeda dengan yang selama ini berlangsung. Guru tidak lagi berperan sebagai orang yang menyiapkan diri untuk melakukan presentasi pengetahuan di depan kelas, tetapi merancang dan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences) yang dapat membantu siswa memberi makna terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari. Guru perlu melatih siswa agar mampu mengaitkan, membuat rasional, dan memaknai konsep-konsep yang dipelajari.

Agar kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan konstruktivistik dapat memberikan hasil yang optimal, ada beberapa factor yang perlu mendapat perhatian. Newby dkk. (2000) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut: (1) berikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan belajar dalam konteks nyata. Belajar terjadi manakala siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam mengatasi suatu permasalahan, (2) ciptakan aktivitas belajar kelompok. Belajar merupakan sebuah proses yang berlangsung melalui interaksi social antara guru dan siswa dalam menggali dan mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki, (3) ciptakan model dan arahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan. Guru dan siswa bekerja bersama untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan.

C. Desain system pembelajaran konstruktivistik

Gagnon dan Collay (2001) mengemukakan sebuah desain system pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik, yakni:

  1. Situasi

Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Selain itu, dalam komponen situasi juga tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh siswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui.

2. Pengelompokkan

Komponen pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik member kesempatan pada siswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat. Pengelompokkan sangat bergantung pada situasi atau pengalaman belajar yang ingin dilalui oleh siswa. Pengelompokkan dapat dilakukan secara acak (random) atau didasarkan pada criteria tertentu (purposive).

3. Pengaitan

Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan yang baru. Bentuk-bentuk pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau melalui diskusi topic-topik yang spesifik.

4. Pertanyaan

Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat orisinil, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya.

5. Eksibisi

Komponen dalam eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik member kesempatan kepada siswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar.

6. Refleksi

Komponen ini pada dasarnya member kesempatan kepada guru dan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif. Refleksi juga member kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki.

BAB III

PENUTUP

Perubahan memang terjadi dengan sangat cepat dan gerakannya tidak linier, terjadi lompotan-lompotan yang sangat sulit diramalkan. Dalam dunia pendidikan, umpamanya, terjadi perubahan mendasar dalam hal orientasi teoritik kegiatan dan keputusan pendidikan, yaitu dari behavioristik ke konstruktivistik. Teori behavioristik sangat percaya pada kekuatan lingkungan untuk mengkondisikan prilaku manusia, sedangkan teori konstruktivistik, sebaliknya, ia meyakini bahwa individu mempunyai kekuatan untuk mengubah dirinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai pendekatan yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi yang sesungguhnya. Siswa belajar membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar, dimana siswa mampu merumuskan pertanyaan secara kolaboratif, mampu menjelaskan fenomena yang dilihat, mampu berpikir kritis dan mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Kemudian untuk mewujudkan pendekatan kostruktivistik ini dalam kegiatan pembelajaran, maka guru harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan belajar dalam konteks nyata, menciptakan aktivitas belajar kelompok, dan menciptakan model dan arahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan yang sedang dipelajari.

Begitu juga dalam desain system pembelajaran konstruktivistik perlu memasukkan komponen-komponen pembelajaran yang menjadi prinsip pendekatan konstruktivis seperti; situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi dan refleksi.

DAFTAR PUSTAKA

Benny A.P. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat

Cruickshank, D.R.et.al. (2006). The Act of Teaching. New York: McGraw Hill Inc

Degeng. Nyoman. S. Teori Pembelajaran 2: Terapan. Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka. Malang

Gagnon, G.W. dan Collay, M. (2001). Designing for Learning: six Elements in Constructivist Classroom. California: Corwin Pres Inc

Molenda, M. Technology, Hard & Soft for Acess in Quality and Quantity in Education. (2005). A Paper presented in the International Seminar on Instructional Technology. Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.

Tentang andiplampang

Quantum Teaching
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar