MENGEJAR KOMPETENSI PERGURUAN TINGGI SWASTA

MENGEJAR KOMPETENSI PERGURUAN TINGGI SWASTA DALAM TANTANGAN MASA DEPAN MELALUI KURIKULUM BERDASARKAN KOMPETENSI

STUDI KASUS KABUPATEN SUMBAWA

Oleh. Andi Haris

 

Masa depan ditandai oleh banjir informasi dan perubahan yang serba cepat dikarenakan masyarakat dunia terekspos oleh revolusi dibidang ilmu, teknologi dan seni, serta arus globalisasi, sehingga menuntut kesiapan semua pihak untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada atau yang akan terjadi. Artinya, kita harus mampu menghadapi masyarakat yang sangat kompleks dan global.

Menurut Veithzal Rivai & Sylviana Murni, mengatakan bahwa sejumlah masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan masa depan dapat berupa: (1) faktor-faktor eksternal, seperti globalisasi, perkembangan ekonomi nasional, desentralisasi, politik, sosial budaya, dan teknologi; (2) faktor-faktor internal, seperti dampak manajemen yang sentralistik, mekanisme pendanaan oleh pemerintah, manajemen dan organisasi, sumber daya manusia, penelitian di perguruan tinggi, serta peran orang tua dalam pendanaan pendidikan.

Bila mengacu pada tantangan yang di hadapi di atas, maka perguruan tinggi swasta Kabupaten Sumbawa harus mengalami pembaruan dengan tujuan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi menurut Hall & Jones (1976) dalam Veithzal Rivai & Sylviana Murni (2010) adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur.

Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Untuk itu, pendidikan berdasarkan kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetensi ditingkat global. Implikasi pendidikan berdasarkan kompetensi ini adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berdasarkan kompetensi. Paradigma pendidikan berdasarkan kompetensi mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian-yang menekankan pada pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi.

Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada pembelajar melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Ini yang tidak diperhatikan oleh pihak perguruan tinggi swasta di Kabupaten Sumbawa. Untuk kurikulum saja, masih terdapat kekurangan yang harus dibenahi dalam peningkatan mutu, baik peningkatan mutu perguruan tinggi swasta itu sendiri maupun peningkatan mutu dari pembelajar. Sehingga bisa kita lihat, tingkat keberhasilan belajar yang dicapai oleh pembelajar di akhir program pembelajaran. Apalagi dalam mengevaluasi pembelajar, pebelajar cenderung hanya menggunakan tes pilihan ganda dan tes uraian. Menurut penulis, sekali-kali pebelajar menggunakan penilaian dengan portofolio, ikhtisar beberapa bahan ajar yang relevansi dengan matakuliah masing-masing, atau mencari referensi lewat jurnal/artikel. Ini akan memberikan kepada kita sebagai pebelajar akan mengetahui secara langsung tingkat keefektifan mereka untuk mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan.

Untuk pengembangan kurikulum, kita sepakat memaknai sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh pembelajar melalui suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar dimaksudkan sebagai pengalaman belajar pembelajar seperti yang direncanakan dalam dokumen tertulis. Pengelaman belajar pembelajar yang dikembangkan oleh pebelajar melalui Satuan Ajar Pembelajaran (SAP). Pengalaman ini akan memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar pembelajar.

Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi swasta, yaitu (1) pengembangan ide dasar untuk kurikulum, (2) pengembangan program, (3) rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, (4) pengalaman belajar, (5) penilaian, dan (6) hasil. Keenam dimensi pengembangan kurikulum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu (a) perencanaan kurikulum, (b) implementasi kurikulum, dan (c) evaluasi kurikulum. Untuk evaluasi kurikulum kita sebagai pebelajar atau apapun sebutannya dalam penyelenggara pembelajaran tidak pernah mengadakan atau mengevaluasi kurikulum kita setelah selesai program pembelajaran. Kita tidak tahu sejauh mana tingkat perkembangan yang kita lakukan dalam satu semester atau dalam satu tahun. Apakah (1) menghentikan program; karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan; (2) merevisi program; karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi sedikit); dan (3) melanjutkan program; karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

Kurikulum pendidikan tinggi berdasarkan SK Mendiknas No. 232 tahun 2002, mengemukakan struktur kurikulum berdasarkan tujuan belajar, yaitu (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Berdasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut, maka matakuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas lima kelompok, yaitu (1) Matakuliah Pengembangan Kepribadian ( MPK), (2) Matakuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), (3) Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB), (4) Matakuliah Prilaku Berkarya (MPB), dan (5) Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). 

Kurikulum pendidikan tinggi berdasarkan SK Mendiknas No. 045/U/2002, mengemukakan kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Kurikulum berdasarkan kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide, akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan dan kompetensi dalam menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berdasarkan kompetensi, maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut di masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.

Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama bersifat: (a) dasar untuk mencapai kompetensi lulusan, (b) acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi, (c) berlaku secara nasional dan internasional, (d) lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, dan (e) kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan. Sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi lain yang bersifat khusus dan sesuai dengan kompetensi utama.

Dengan kurikulum berdasarkan kompetensi, maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut; (1) penilaian hasil belajar, (2) penilaian proses belajarmengajar, (3) penialain kompetensi mengajar pebelajar, (4) penilaian relevansi kurikulum, (5) penilaian daya dukung sarana, dan fasilitas, (6) penilaian program (akreditasi).

Sementara strategi yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan tinggi, (2) mengembangkan kemampuan dosen (pebelajar) untuk melakukan dan memanfaatkan proses pembelajaran, (3) mengembangkan kemampuan subjek didik (pembelajar) untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektivitas belajar mereka, dan (4) memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar. Perubahan yang mendasar juga terjadi pada kriteria lulus dan tidak lulus (menguasai kompetensi atau tidak). Dalam konteks ini tidak setiap kompetensi memiliki rentangan 0-4 atau E, D, C, B, dan A, melainkan pendekatan penilaian yang bersifat mastery (mastery based evaluator) untuk menggantikan pendekatan skala yang digunakan pada saat ini.

Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan dengan baik sejumlah pihak perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya masing-masing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain sebagai berikut: (a) visi dan misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar, (b) partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, mahasiswa) dalam bentuk shared vision dan mutual commitment untuk optimasi kegiatan pembelajaran, (c) iklim dan kultur yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan, dan (d) keterlibatan kelompok masyarakat pemrakasa (stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.  

 

Tentang andiplampang

Quantum Teaching
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar